Sobat blogger...dah lamaaaaa (banyak -a- dianggap mewakili kayaknya :p) gak nge-blog nich, kira-kira sudah seumuran balita lah heuheu....
hmmm....mulai dimana yach, baiklah, karena Jakarta
dan beberapa daerah di Indonesia sedang menghadapi musibah banjir, ane mau
berbagi do'a dulu agar saudara-saudara kita yang sedang berduka tetap tabah dan
optimis bahwa 'badai pasti berlalu'...amiiin
Banjir...banjir...banjir itu sih apa? pertanyaan
gak mutu, sebelum sendal melayang ke muka x_x, ane ajak sobat blogger
merenungkan bait senandung lawas berikut
Jakarta kebanjiran...
di Bogor angin ngamuk
Ruméh ané kebakaran garé-garé kompor mleduk
Ané jadi gemeteran...
wara-wiri keserimpet
Rumah ané kebanjiran gara-gara got mampet
Aa~ti-ati kompor meledug
Aa~ti ané jadi dag-dig-dug -[heh.. jatuh duduk]-
Aa~yo-ayo bersihin got
Jaa~ngan takut badan blépot
Coba enéng jangan ribut...
jangan padé kalang kabut
Aarrrgh!!….
(Kompor Meleduk; Benyamin Sueb)
Kenapa banjir terjadi? it's so simple to answer...
ya karna hujan lah...hyung...palu godam jatuh dari
langit....kah...kah...becanda, gak etis menyalahkan hujan hingga divonis
musyrik hi...atut. Apalagi dalam Islam diajarkan bahwa hujan itu rahmat dan
dido'akan agar lebat dan bermanfaat....sipks \^o^/
kembali ke laaa...gu (tukul mode on :v)
diatas, almarhum Benyamin S. seolah mengajak kita 'mendengar'
kembali bahwa penyebab banjir adalah buah sikap vandalis kita dalam bentuk nyampah
sembarangan hingga saluran drainase jadi tak berfungsi sebagaimana diharapkan.
Ngomong-ngomong soal kepedulian, masih hangat
gerakan #UnfollowSBY di jagat twitter gegara respon lambat pemerintah pusat
hingga pengungsi Sinabung empat bulan lebih bernasib terkatung-katung. Hmm...
apa yang salah? Usut punya usut, katanya penanganan Sinabung belumlah domain
(bukan domino ya, hehehe) Jakarta, bahasa kerennya ada protokoler yang kudu di
patuhi. Tiba-tiba ane merindukan sosok Amirul Mukmin Umar bin Khattab r.a. yang
sederhana dan suka ‘blusukan’ di malam hari jauh dari sorot kamera dan
puja-puji di dunia maya (waktu itu belum ada sich)
Tentang Susilo Bambang Yudhoyono a.k.a SBY siapa
sih yang gak kenal. Jenderal asal Pacitan ini mentereng betul karir militer dan
politiknya. Lulus dari Akabri dengan menyandang status lulusan terbaik, SBY
seolah telah memancang takdir bahwa di suatu masa dia bakal jadi orang besar di
Indonesia. SBY sempat mengecap jabatan Pangdam dan Kepala Staf
Teritorial. Puncaknya ia terpilih secara demokratis lewat pemilihan lansung di
kotak suara tahun 2004 dan terpilih kembali tahun 2009. Tapi bukan tentang itu
bahasan ane di tulisan ini, maaf ya soale ane bukan penulis biografi hehehe...
Ada hal menarik tentang presiden kita satu ini. Sejak
resmi mendapat nomor kendaraan RI-1, SBY seolah akrab dengan bencana. Bencana
alam seperti tsunami Aceh tahun 2006, lumpur Lapindo, banjir, gempa bumi dan
bentuk lain murka alam mewarnai dua periode pemerintahan beliau. Meski belum
tentu ada korelasi antara SBY dan bencana yang sering terjadi, tentu sebagai
rakyat kita boleh berpikir ada apa ini.
Memang sih dalam khazanah budaya Jawa dikenal
Ramalan Prabu Jayabaya terdapat frasa “notonogoro”, konon tiap suku kata
melambangkan nama akhir tiap Presiden di zaman ini, Soekarno, Soeharto, (B.J.
Habibie, Gus Dur, Megawati dianggap presiden masa peralihan), Susilo Bambang
Yudhoyono, katanya lagi di periode “no” kedua banyak terjadi bencana dan
Indonesia menyambut zaman keemasannya di bawah kuasa pemimpin bersuku kata
akhir “go’.
Ane sih bukan orang yang percaya ramalan,
astrologi, tarot atau apalah namanya, kalau dalam Islam yang ane tahu nubuwwah
dan itupun hanya manusia sekelas nabi yang punya ‘penglihatan’ tentang masa
depan, itupun dengan izin Allah tentunya.
Lalu, mau dibawa kemana hubungan kita? eits tulisan
ini maksudnya wkwkwk...tenaaang ane mau menyoroti perilaku elit kita terhadap
bencana, khususnya banjir Jakarta, secara ane telah bertahta di ibukota sejak
2011 silam. Kecewa...ya...kecewa melihat pemimpin kita saling lempar tanggung
jawab di kala krisis. Padahal ketangguhan seorang pemimpin tercermin dari
bagaimana ia mengelola krisis. Jokowi menyalahkan alam dan gubernur terdahulu,
SBY malah ‘mengungsi’ ke Bali hadeh.
Bagaimanapun pemimpin adalah cerminan rakyatnya.
Tidak pedulinya kita dengan sampah yang berserakan, got tersumbat, tanpa dosa
melanggar lampu merah, berkendara ugal-ugalan, dan panjang lagi daftar dosa
‘biasa’ kita. Jadi rasanya wajar Indonesia diberi pemimpin sekualitas
rakyatnya, ingat pemimpin adalah wajah kita, tul gak?
Banjir kali ini merupakan batu ujian kepemimpinan
baik Jokowi maupun SBY. Jokowi yang berada di atas angin dalam bursa
pencapresan mestinya bisa merealisasikan janji kampanye tahun 2012. Bisa jadi
investasi positif kalau mau terjun dalam pertarungan capres mendatang. SBY
tentunya ingin khusnul khatimah, tugas meletakkan dasar pemindahan ibukota yang
sekarang sudah sesak karena menanggung banyak beban ekonomi, sosial dan
industri mesti di muluskan SBY kalau ingin dikenang sebagai presiden sukses.
Menutup tulisan ini ane kutip potongan syair Kang
Ebiet G Ade yang menemani penggodokan tulisan ini
Barangkali di sana
ada jawabnya
Mengapa di tanahku terjadi bencana
Mungkin Tuhan mulai bosan
Melihat tingkah kita
Yang selalu salah dan bangga
dengan dosa-dosa
Atau alam mulai enggan
Bersahabat dengan kita
Coba kita bertanya pada
Rumput yang bergoyang
Kost-Kantor,
ditemani rinai hujan