Page

Jumat, 24 Januari 2014

Cuap Banjir untuk Sang Pemimpi(n)


Sobat blogger...dah lamaaaaa (banyak -a- dianggap mewakili kayaknya :p) gak nge-blog nich, kira-kira sudah seumuran balita lah heuheu....
hmmm....mulai dimana yach, baiklah, karena Jakarta dan beberapa daerah di Indonesia sedang menghadapi musibah banjir, ane mau berbagi do'a dulu agar saudara-saudara kita yang sedang berduka tetap tabah dan optimis bahwa 'badai pasti berlalu'...amiiin
Banjir...banjir...banjir itu sih apa? pertanyaan gak mutu, sebelum sendal melayang ke muka x_x, ane ajak sobat blogger merenungkan bait senandung lawas berikut

Aah….! Nya’ banjir!
Jakarta kebanjiran...

 di Bogor angin ngamuk
Ruméh ané kebakaran garé-garé kompor mleduk
Ané jadi gemeteran...
wara-wiri keserimpet
Rumah ané kebanjiran gara-gara got mampet
Aa~ti-ati kompor meledug
Aa~ti ané jadi dag-dig-dug -[heh.. jatuh duduk]-
Aa~yo-ayo bersihin got
Jaa~ngan takut badan blépot
Coba enéng jangan ribut...
jangan padé kalang kabut

 Aarrrgh!!….
(Kompor Meleduk; Benyamin Sueb)

Kenapa banjir terjadi? it's so simple to answer... ya karna hujan lah...hyung...palu godam jatuh dari langit....kah...kah...becanda, gak etis menyalahkan hujan hingga divonis musyrik hi...atut. Apalagi dalam Islam diajarkan bahwa hujan itu rahmat dan dido'akan agar lebat dan bermanfaat....sipks \^o^/
kembali ke laaa...gu (tukul mode on :v)  diatas, almarhum Benyamin S. seolah mengajak kita   'mendengar' kembali bahwa penyebab banjir adalah buah sikap vandalis kita dalam bentuk nyampah sembarangan hingga saluran drainase jadi tak berfungsi sebagaimana diharapkan.
Ngomong-ngomong soal kepedulian, masih hangat gerakan #UnfollowSBY di jagat twitter gegara respon lambat pemerintah pusat hingga pengungsi Sinabung empat bulan lebih bernasib terkatung-katung. Hmm... apa yang salah? Usut punya usut, katanya penanganan Sinabung belumlah domain (bukan domino ya, hehehe) Jakarta, bahasa kerennya ada protokoler yang kudu di patuhi. Tiba-tiba ane merindukan sosok Amirul Mukmin Umar bin Khattab r.a. yang sederhana dan suka ‘blusukan’ di malam hari jauh dari sorot kamera dan puja-puji di dunia maya (waktu itu belum ada sich)
Tentang Susilo Bambang Yudhoyono a.k.a SBY siapa sih yang gak kenal. Jenderal asal Pacitan ini mentereng betul karir militer dan politiknya. Lulus dari Akabri dengan menyandang status lulusan terbaik, SBY seolah telah memancang takdir bahwa di suatu masa dia bakal jadi orang besar di Indonesia.  SBY sempat mengecap jabatan Pangdam dan Kepala Staf Teritorial. Puncaknya ia terpilih secara demokratis lewat pemilihan lansung di kotak suara tahun 2004 dan terpilih kembali tahun 2009. Tapi bukan tentang itu bahasan ane di tulisan ini, maaf ya soale ane bukan penulis biografi hehehe...
Ada hal menarik tentang presiden kita satu ini. Sejak resmi mendapat nomor kendaraan RI-1, SBY seolah akrab dengan bencana. Bencana alam seperti tsunami Aceh tahun 2006, lumpur Lapindo, banjir, gempa bumi dan bentuk lain murka alam mewarnai dua periode pemerintahan beliau. Meski belum tentu ada korelasi antara SBY dan bencana yang sering terjadi, tentu sebagai rakyat kita boleh berpikir ada apa ini.

Memang sih dalam khazanah budaya Jawa dikenal Ramalan Prabu Jayabaya  terdapat frasa “notonogoro”, konon tiap suku kata melambangkan nama akhir tiap Presiden di zaman ini, Soekarno, Soeharto, (B.J. Habibie, Gus Dur, Megawati dianggap presiden masa peralihan), Susilo Bambang Yudhoyono, katanya lagi di periode “no” kedua banyak terjadi bencana dan Indonesia menyambut zaman keemasannya di bawah kuasa pemimpin bersuku kata akhir “go’.
Ane sih bukan orang yang percaya ramalan, astrologi, tarot atau apalah namanya, kalau dalam Islam yang ane tahu nubuwwah dan itupun hanya manusia sekelas nabi yang punya ‘penglihatan’ tentang masa depan, itupun dengan izin Allah tentunya.
Lalu, mau dibawa kemana hubungan kita? eits tulisan ini maksudnya wkwkwk...tenaaang ane mau menyoroti perilaku elit kita terhadap bencana, khususnya banjir Jakarta, secara ane telah bertahta di ibukota sejak 2011 silam. Kecewa...ya...kecewa melihat pemimpin kita saling lempar tanggung jawab di kala krisis. Padahal ketangguhan seorang pemimpin tercermin dari bagaimana ia mengelola krisis. Jokowi menyalahkan alam dan gubernur terdahulu, SBY malah ‘mengungsi’ ke Bali hadeh.
Bagaimanapun pemimpin adalah cerminan rakyatnya. Tidak pedulinya kita dengan sampah yang berserakan, got tersumbat, tanpa dosa melanggar lampu merah, berkendara ugal-ugalan, dan panjang lagi daftar dosa ‘biasa’ kita. Jadi rasanya wajar Indonesia diberi pemimpin sekualitas rakyatnya, ingat pemimpin adalah wajah kita, tul gak?




Banjir kali ini merupakan batu ujian kepemimpinan baik Jokowi maupun SBY. Jokowi yang berada di atas angin dalam bursa pencapresan mestinya bisa merealisasikan janji kampanye tahun 2012. Bisa jadi investasi positif kalau mau terjun dalam pertarungan capres mendatang. SBY tentunya ingin khusnul khatimah, tugas meletakkan dasar pemindahan ibukota yang sekarang sudah sesak karena menanggung banyak beban ekonomi, sosial dan industri mesti di muluskan SBY kalau ingin dikenang sebagai presiden sukses.
Menutup tulisan ini ane kutip potongan syair Kang Ebiet G Ade yang menemani penggodokan tulisan ini

Barangkali di sana
ada jawabnya
Mengapa di tanahku terjadi bencana

Mungkin Tuhan mulai bosan
Melihat tingkah kita
Yang selalu salah dan bangga
dengan dosa-dosa
Atau
alam mulai enggan
Bersahabat dengan kita
Coba kita bertanya pada
Rumput yang bergoyang

Kost-Kantor, ditemani rinai hujan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar