Page

Kamis, 27 Januari 2011

Reformasi Konstitusi untuk Pengelolaan Sumber Daya Alam Indonesia

Sumberdaya adalah sesuatu yang memiliki nilai guna. Sumberdaya alam adalah keseluruhan faktor fisik, kimia, biologi dan sosial yang membentuk lingkungan sekitar kita. sumberdaya alam menurut Hunker (1964 dalam Cutter, dkk, 2004) adalah semua yang berasal dari bumi, biosfer, dan atmosfer, yang keberadaannya tergantung pada aktivitas manusia. Semua bagian lingkungan alam kita (biji-bijian, pepohonan, tanah, air, udara, matahari, sungai) adalah sumberdaya alam.

Indonesia dikenal memiliki keanekaragaman sumberdaya alam yang berlimpah ruah sehingga dikenal sebagai negara megabiodiversity. Keanekaragaman hayatinya terbanyak kedua diseluruh dunia. Wilayah hutan tropisnya terluas ketiga di dunia dengan cadangan minyak, gas alam, emas, tembaga dan mineral lainnya. Berdasarkan data Bank Dunia tahun 1994, terumbu karang dan kehidupan laut memperkaya ke-17.000 pulaunya. Lebih dari itu, Indonesia memiliki tanah dan dan area lautan yang luas, dan kaya dengan berjenis-jenis ekologi. Menempati hampir 1.3 persen dari wilayah bumi, mempunyai kira-kira 10 persen jenis tanaman dan bunga yang ada di dunia, 12 persen jenis binatang menyusui, 17 persen jenis burung, 25 persen jenis ikan, dan 10 persen sisa area hutang tropis, yang kedua setelah Brazil.

Kepulauan Indonesia yang terdiri atas 17,000 pulau, merupakan tempat tinggal bagi flora dan fauna dari dua tipe yang berbeda asal usulnya. Bagian barat merupakan kawasan Indo-Malayan, sedang bagian timur termasuk kawasan Pasifik dan Australia. Meski daratannya hanya mencakup 1,3 persen dari seluruh daratan di bumi, Indonesia memiliki hidupan liar flora dan fauna yang spektakuler dan unik. Indonesia juga memiliki keanekaragaman hayati yang mengagumkan: sepuluh persen dari spesies berbunga yang ada didunia, 12 persen dari spesies mamalia dunia, 16 persen dari seluruh spesies reptil dan amphibi, 17 persen dari seluruh spesies burung, dan 25 persen dari semua spesies ikan yang sudah dikenal manusia.

Sebagian besar hutan yang ada di Indonesia adalah hutan hujan tropis, yang tidak saja mengandung kekayaan hayati flora yang beranekaragam, tetapi juga termasuk ekosistem terkaya didunia sehubungan dengan keanekaan hidupan liarnya. Indonesia memiliki kawasan hutan hujan tropis yang terbesar di Asia-Pasific, yaitu diperkirakan 1,148,400 kilometer persegi. Hutan Indonesia termasuk yang paling kaya keaneka ragaman hayati di dunia. Hutan Indonesia dikenal sebagai hutan yang paling kaya akan spesies palm (447 spesies, 225 diantaranya tidak terdapat dibagian dunia yang lain), lebih dari 400 spesies dipterocarp (jenis kayu komersial yang paling berharga di Asia tenggara), dan diperkirakan mengandung 25,000 species tumbuhan berbunga. Indonesia juga sangat kaya akan hidupan liar: terkaya didunia untuk mamalia (515 spesies, 36% diantaranya endemik), terkaya akan kupu-kupu swalowtail (121 spesies, 44% diantaranya endemik), ketiga terkaya didunia akan reptil (ada lebih dari 600 spesies), keempat terkaya akan burung (1519 spesies, 28% diantaranya endemik) kelima untuk amphibi (270 spesies), dan ketujuh untuk tumbuhan berbunga.

Lingkungan Pesisir dan Kelautan di Indonesia Panjang seluruh garis pesisir di Indonesia mencapai 81,000 kilometer, ini adalah 14% dari seluruh pesisir di dunia. Indonesia adalah negara yang memiliki pesisir terpanjang di dunia. Ekosistem kelautan yang dimiliki oleh Indonesia sungguh sangat bervariasi, dan mendukung kehidupan kumpulan spesies yang sangat besar. Indonesia memiliki hutan bakau yang paling luas, dan memiliki terumbu karang yang paling spektakuler di kawasan Asia. Hutan bakau paling banyak dijumpai di Pesisir Timur Sumatra, pesisir Kalimantan, dan Irian Jaya (yang memiliki 69% dari seluruh habitat hutan bakau di Indonesia). Sedangkan lautan biru di Maluku dan Sulawesi menaungi ekosistem yang sangat kaya akan ikan, terumbu karang,dan organisme terumbu karang yang lain.

Semua kekayaan ini jika dimanfaatkan dengan bijak tentu akan membawa kemakmuran bagi seluruh rakyat Indonesia. Nilai guna atau manfaat suatu sumberdaya tergantung pada berbagai konteks ekonomi, politik, dan budaya. Cara manusia memanfaatkan sumberdaya alam terus berkembang dari waktu ke waktu. Diawali dengan cara berburu dan meramu sampai dengan pemanfaatan berbagai teknologi terkini yang terus berkembang. Dari sekedar mencukupi kebutuhan dasar pada periode waktu tertentu sampai dengan pemenuhan kebutuhan melampaui kebutuhan dasar manusia, berikut penumpukan sumberdaya alam untuk waktu yang tak terbatas. Upaya manusia beradaptasi dengan alam untuk survive serta keterbatasan sumberdaya alam yang tersedia di antara besarnya kebutuhan manusia yang tak terbatas pada akhirnya mendatangkan kerusakan dan penurunan kualitas lingkungan.

Perlindungan sumber daya alam dari eksploitasi rakus tangan-tangan tak bertanggungjawab melaui undang-undang wajib dilakukan. Namun kajian kritis yang disampaikan pada Pertemuan Nasional Pengarusutamaan Lingkungan Hidup dalam Perencanaan Pembangunan Daerah memberikan temuan mengejutkan. Sebanyak 12 undang-undang terkait dengan pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA) dan lingkungan tidak konsisten dalam substansinya. Menurut guru besar Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) Maria SW Sumardjono hampir semua UU mengacu pada Pasal 33 UUD, tetapi orientasinya saling berbeda. Ada tujuh aspek tolok ukur yang digunakan tim pengkaji, yakni orientasi, akses memanfaatkan, hubungan negara dengan obyek, pelaksana kewenangan negara, hubungan orang dengan obyek, hak asasi manusia, dan tata pemerintahan yang baik (good governance).

Pada aspek orientasi, ada yang prorakyat, prokapital, dan ada juga yang mengombinasikan keduanya. Faktanya, ada beberapa contoh UU yang berpotensi menyimpang dari memakmurkan rakyat, berpotensi meminggirkan hak masyarakat adat, membatasi akses publik, propemodal, dan tidak sepenuhnya menjunjung HAM.

Undang-undang itu di antaranya UU Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan Pokok Pertambangan, UU No 41/1999 tentang Kehutanan, UU No 22/2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, serta UU No 31/2004 tentang Perikanan. Dengan model pengelolaan SDA seperti sekarang yang cenderung bermuara pada swasta, maka kerusakan dan habisnya sumber daya hanya soal waktu. Ciri khas pengelolaan sumber daya alam (SDA), negara mengambil kekuasaan dari masyarakat adat sebelum diberikan kepada swasta.

Menilik fakta di atas perlu dilakukan reformasi konstitusi untuk memberi kesempatan membangun konsistensi pada UU terkait SDA dan lingkungan. Dalam hal ini DPR berperan besar untuk menyaring atau menyinkronkan visi dan misi UU yang diajukan banyak sektor.
Bila tak dilakukan, sampai sumber daya alam habis juga tak akan pernah konsisten. Hal ini diperparah oleh egosektoral yang tercermin pada UU. Masing-masing departemen/kementerian melihat bahwa UU yang diajukan departemen lain merupakan kompetitor dengan pemahaman menang-kalah. Pengarusutamaan pengelolaan SDA dan lingkungan yang ideal, selain keberadaan satu lembaga pengoordinasi, adalah adanya satu UU yang menjadi pijakan bersama. Bentuk pengarustamaan ini bisa semakin konkrit jika RUU Pengelolaan SDA segera disahkan DPR.

Pengelolaan sumberdaya alam adalah perkara yang sangat serius dan berkesinambungan tentang manajemen dan kebijaksanaan. Berbagai persoalan krusial sebagai implikasi yang timbul dari tidak diterapkannya aturan yang benar yang mengatur tentang Pengelolaan sumberdaya alam, sangat kita rasakan akibatnya hingga kini. Permasalahan berpangkal dari tidak tegaknya aturan main regulasi penerapan dan mekanisme pengelolaan sumberdaya alam sebagai syarat utama bekerjanya sistem aturan pengelolaan sumberdaya alam.